SELAMAT DATANG DI BLOG AMIR ...

Minggu, 11 Oktober 2015

LAPORAN PRATIKUM PEMANTAUAN BIRAHI SAPI PERAH



LAPORAN PRATIKUM
PEMANTAUAN BERAHI PADA SAPI PERAH 



BAB I. PENDAHULUAN


A.      LATAR BELAKANG

Sapi perah di Indonesia berasal dari Ras Sapi (Fries Holland/Fresian Holstein). Sapi ini berasal dari negeri belanda yang dimasukan ke Indonesia pada zaman penjajahan belanda dulu. Warna sapi ini pada umumnya belang hitam putih. Setelah Indonesia merdeka, keturunan sapi ini menyebar ke seluruh pulau jawa. Pada pembangunan jangka panjang tahap pertama yang lalu, sapi-sapi  FH tersebut dimasukan kembali ke Indonesia dari sapi-sapi yang telah dikembangbiakan di Australia, selandia baru dan Amerika.
Pada ternak mamalia dewasa fluktuasi berbagai hormon reproduksi dikenal sebagai siklus estrus yang terdiri atas proestrus, estrus, mesestrus dan diestrus atau secara global umunya dikenal dengan phase folikel (fase pertumbuhan, yang ditandai dengan level estrogen tinggi, sedangkan fase luteal memiliki waktu yang cukup panjang ditandai dengan perkembangan corpus luteum dan kadar progreteron tinggi) sekresi FSH terjadi secara ritmis selama 4-5 hari sebelum berahi, menjelang fase luteal berakhir konsentrasi FSH dalam plasma meningkat dan akan merangsang pertumbuhan folikel.
Dalam waktu yang cukup singkat dibawah pengaruh FSH dan estradiol 17 ß terjadi pembentukan reseptor-reseptor untuk kedua macam hormon tersebut, sedangkan pada sel-sel granula juga terjadi induksi pembentukan reseptor untuk LH.
Ditinjau dari produksi susu yang tinggi dan kondisi pakan yang buruk, maka hipofungsi ovarium mungkin adalah penyebab utama kegagalan reproduksi pada sapi perah. Kegagalan estrus atau anestrus pada ternak sapi merupakan gejala utama dari banyak faktor lain yang mempengaruhi siklus berahi. Anestrus akibat hipofungsi ovarium sering berhubungan dengan gagalnya sel-sel folikel menanggapai rangsangan hormonal, adanya perubahan kuantitas maupun kualitas sekresi hormonal, menurunnya rangsangan yang berhubungan dengan fungsi hipotalamus.

B.      TUJUAN

Adapun tujuan laporan praktikum ini yang dapat kami berikan adalah sebagai berikut:
1.         Dapat mengetahui ciri-ciri sapi perah yang sedang berahi.
2.         Dapat mengetahui siklus berahi pada sapi perah.
3.         Dapat mengetahui umur dan tanda dewasa kelamin dan dewasa tubuh pada sapi perah.
4.         Dapat mengetahui program perkawinan yang tepat untuk sapi perah.
5.         Dapat mengetahui pentingnya pengetahuan berahi pada sapi perah.
6.         Dapat mengetahui implementasi teori di lapangan kerja industri peternakan.

C.      MANFAAT

Adapun manfaat yang dapat kami berikan adalah sebagai berikut:
1.    Mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasi ciri-ciri birahi pada sapi perah dengan tepat.
2.    Mahasiswa diharapkan mampu melakukan perencanaan yang tepat pada program perkawinan dan waktu kawin yang tepat.
3.    Mahasiswa diharapkan mampu mengimplementasikan ilmu pada dunia industri peternakan.



BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


A.      TINJAUAN UMUM SAPI FRIESIAN HOLSTEIN

Sapi FH merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki prospek pengembangan yang cukup baik dengan keunggulannya. Menurut Dematawewa dkk. (2007), sapi Fries Holland mempunyai masa laktasi panjang dan produksi susu tinggi, serta persistensi produksi susu yang baik. Selain itu sapi perah FH juga merupakan jenis sapi perah yang cocok untuk daerah Indonesia. Namun demikian produksi susu per ekor per hari pada sapi perah FH di Indonesia relatif rendah jika dibandingkan dengan produksi susu di negara asalnya (Atabany dkk, 2008).

B.      PENGERTIAN SIKLUS BERAHI

Berahi atau estrus atau heat, didefinisikan sebagai periode waktu dimana betina menerima kehadiran pejantan, kawin , atau dengan kata lain dara atau betina sudah aktif aktivitas sexualitasnya. Lamanya waktu siklus berahi dari seekor hewan dihitung dari mulai munculnya berahi, sampai munculnya berahi lagi pada periode berikutnya.
Periode Siklus Berahi
Lamanya waktu yang digunakan dalam sertiap periode berbeda-beda dalam setiap spesies. Beberapa Spesies Hewan Ternak:

Sapi
Domba
Kambing
Babi
kuda
Siklus Birahi(hari)
21
17
20
20
22
Matestrus(hari)
3-4
2-3
-
-
2-3
Diestrus(hari)
10-14
10-12
-
-
10-12
Proetrus(hari)
3-4
2-3
2-3
2-3
2-3
Estrus (jam)
12-18
24-36
24-36
34-38
96-192

C.      FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BERAHI

1.      Pakan (Nutrisi)
Pakan yang diberikan kepada sapi perah harus benar-benar diperhatikan dan dihitung sesuai kondisi dan kebutuhan ternak tersebut. Nutrisi yang terkandung di dalam ransum harus dalam keadaan seimbang dan sesuai dengan kebutuhan. Apabila ternak mengalami kekurangan asupan makanan akan berpengaruh terhadap penampilan gejala berahi yang kurang jelas karena proses sintesa dan regulasi hormone-hormon reproduksi terganggu. Kondisi peternakan yang masih menggunakan system pemeliharaan tradisional dan di daerah yang kurang subur mengakibatkan ternak mengalami kekurangan nutrisi yang sangat diperlukan pleh proses fisiologi reproduksi dalam tubuh ternak tersebut (Abidin, dkk., 2012). Menurut Partodihardjo (1992), bahwa karena intensitas berahi dipengaruhi oleh hormon-hormon reproduksi, maka secara tidak langsung angka intensitas berahi (AIB) juga sangat dipengaruhi oleh status nutrisi ternak itu sendiri.

2.      Iklim
Menurut Payne dan Wilson (1999) unsur iklim paling mempengaruhi reproduksi adalah suhu dan kelembaban. Suhu udara sangat berpengaruh terhadap sifat reproduksi misalnya pada sapi yang dikandangkan dengan suhu udara 24-350 C, lama berahi kurang lebih 11 jam, sedangkan pada suhu udara 17-180 C lama berahi rata-rata 20 jam. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa sapi perah yang mempunyai siklus berahi kurang dari 18 hari sebanyak 5%, 18-24 hari sebanyak 85% dan yang lebih dari 24 hari sebanyak 10%. Ditambahkan Yousef (1985) menyatakan bahwa cekaman panas akan memperpanjang siklus estrus dan memperpendek periode estrus. Suhu lingkungan yang tinggi mungkin secara langsung menyebabkan terjadinya gangguan perkembangan embrio yang menyebabkan kematian atau merubah status hormonal induk. Panas diketahui dapat menurunkan LH gonadotropin selama puncak preovulasi, dimana puncak dan dapat menaikkan level plasma progesteron.


3.      Hormonal
Hormon merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam proses berahi. Pada betina organ ovari merupakan organ yang menghasilkan hormon estrogen. Hormon estrogen dihasilkan oleh folikel ovarium, akan mengalami penurunan setelah proses ovulasi terjadi, sampai dengan fase proestrus, kemudian kembali lagi meningkat sampai terjadi ovulasi berikutnya. Progesteron akan dihasilkan oleh corpus luteum, meningkat sampai hari ke 7–17 siklus, kemudian terjadi penurunan pada fase proestrus. Kelainan fungsi hormon dapat mengakibatkan infertilitas (kemajiran sementara) dan sterilitas (kemajiran permanen).

4.    Genetik
Faktor genetik yang berpengaruh terhadap pubertas dicerminkan dengan adanya perbedaan-perbedaan antar bangsa, strain, dan persilangan. Bangsa sapi perah mencapai pubertas lebih cepat dibandingkan dengan sapi potong. Sapi-sapi Brahman dan Zebu mencapai pubertas 6—12 bulan lebih lambat daripada bangsa-bangsa sapi eropa. Pada umumnya, pubertas akan lebih cepat pada perkawinan cross breeding dibandingkan dengan inbreeding. Pengaruh bangsa terhadap umur pubertas didemonstrasikan dengan membandingkan sapi bangsa besar dan kecil.



BAB III. PEMBAHASAN

 

A.      PENANGANAN REPRODUKSI

Reproduksi atau perkembangbiakan adalah suatu hal yang sangat menentukan keuntungan sapi perah. Untuk dapat memperoleh hasil yang maksimal,sapi perah harus dapat beranak setahun sekali dan menghasilkan susu setiap tahun selama 300 hari. Oleh karena itu, pengaturan perkawinan sapi betina harus tepat waktu. Untuk itu perhitungan waktu yang cermat tentang perkawinan dan mengenal sapi yang minta kawin (berahi) harus benar-benar dihayati. Sapi betina hanya kawin waktu berahi datang. Bila tidak dalam masa berahi sapi betina tidak mau dikawinkan. Sapi betina yang pertumbuhan badanya baik sudah bisa mulai dikawinkan pada umur 18 bulan. Sapi betina yang habis beranak bisa dikawinkan setelah 2,5 bulan beranak.
Tanda-tanda sapi berahi adalah sebagai berikut:
§   Selalu gelisah, ingin melepaskan diri dari ikatan, selalu bersuara/berteriak-teriak.
§   Bibir kemaluan bengkak merah dan hangat.
§   Bila dilepas berusaha menaiki sapi yang lain.
§   Dari kemaluan sering keluar lendir yang agak jernih dan kental.
Tanda-tanda birahi ini harus dikenali betul oleh seorang peternak dan harus dikenali pada saat mulai timbul tanda-tanda tersebut. Oleh karena itu setiap saat peternak harus selalu melakukan pengamatan terhadap sapi-sapinya. Sapi betina yang tidak bunting akan timbul birahi setiap 18-24 hari sekali dengan lama birahi 18-36 jam.
1.      Umur dan Berat Badan Pubertas Sapi FH
Sapi FH memperlihatkan birahi pertama pada umur rata-rata 37 minggu apabila tingkat nutrisi baik, dan 49 minggu bila nutrisinya sedang, serta 72 minggu bila tingkat nutrisi rendah. Panjang siklus estrus rata-rata 20 hari, dan 21 sampai 22 hari untuk sapi dewasa. Periode estrus pada sapi dapat dinyatakan saat dimana sapi betina siap sedia dinaiki baik oleh betina lain atau pejantan. Periode ini rata-ratanya adalah 18 jam untuk sapi perah ataupun sapi pedaging dan sedikit lebih pendek untuk sapi heifer sekitar 12-24 jam. Sedangkan untuk berat pubertas di kisaran 160-270  kg untuk betina.
2.      Siklus dan Lamanya Fase-Fase Estrus
a.    PROESTRUS
Periode ini dimulai dari saat beregrasinya corpus luteum sampai hewan benar-benar berahi. Pada saat ini hewan telah memperlihatkan tanda-tanda berahi, tetapi belum bersedia untuk melakukan kopulasi. Hal ini mungkin disebabkan karena kadar estrogen yang dihasilkan oleh folikel belum cukup untuk memalingkan kehendak betina untuk menerima hewan jantan. Perubahan alat kelamin bagian dalam, terlihan pada ovariumnya, dimana terjadi pertumbuhan folikel yang cepat sekali dari folekel terties menjadi folikel de Graaf. Uterus dan oviductebih banyak mengandung pembuluh darah dari pada biasanya. Kelenjer-kelenjer endo metrium tumbuh memanjang, cervix mulai merilex dan kelenjer-kelenjer lendir mulai bereaksi.
Berdasarkan kadar hormon yang dihasilkan oleh ovarium, beberapa ahli reproduksi membagi siklus berahi atas 2 fase yaitu:
§  Fase Estrogenik (fase folikel)
§  Fase ini menggabungkan fase proestrus dan estrus
§  Fase Prostegenik (fase luteal)
§  Fase ini menggabungkan fase Etestrus dan diestrus

b.    ESTRUS
Periode ini dapat ditandai dari tingkah laku hewan yang bersangkutan, seperti:
§  Berusaha menunggangi sapi lain.
§  Vulva membengkak dan dari vulva keluar lendir yang jernih yang biasanya melekat pada bagian pantat atau flankks.
§  Aktivitas fisik meningkat pada hari berahi, sapi keliatan gelisah ingin keluar kandang.
§  Melenguh-lenguh dan pangkal ekor terlihat sedikit terangkat.
§  Pada sapi betina dara, pada waktu berahisering terlihat vulvanya bewarna sedikit kemerah-merahan
Pada sore hari lama berahinya lebih lebih panjang sekitar 2-4 jam. Saat terjadinya ovulasi bila dihubungkan dengan berahi, pada sapi adalah 10-12 jam sesudah akhir berahi,pada domba pada pertengahan akhir berahi, pada babi sekitar pertengahan berahidan pada kuda satu sampai dua hari sebelum berahi berakhir.
c.    METESTRUS (POSTESTRUS)
Periode ini ditandai dengan tidak terlihat atau telah terhentinya berahi. Sel-sel granulosa folikel dibagian bekas ovum yang berovulasi tumbuh dengan cepat membentuk corpus luteum (corpora klutea pada hewan yang multipel ovulasi) dibawah pengaruh LH dari Adenohypophysa. Corpus luteum yang terbentuk menghasilkan progesteron, yang menghambat sekresi FSH. Akibatnya pematangan folikel tertier menjadi folikal de Graaf terhenti. Pada saat ini terjadi perubahan pada uterus untuk menyiapkan diri memelihara perkembangan embrio. Pada sapi selama awal metestrus kadang-kadang terlihat pendarahan (haemorrhagi). Pendarahan ini disebabkan karena pecahnya kapiler yang sangat hiperhaemis pada lapisan epitel dinding uterus akibat penurunan estrogen. Fase ini sebagian besar berada dibawah pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum (Frandson, 1996). Progesteron menghambat sekresi FSH oleh pituitari anterior sehingga menghambat pertumbuhan folikel ovarium dan mencegah terjadinya estrus. Pada masa ini terjadi ovulasi, kurang lebih 10-12 jam sesudah estrus, kira-kira 24 sampai 48 jam sesudah berahi.

d.    DIESTRUS
Periode dietrus adalah periode terpanjang diantara keempat periode siklus berahi.Periode ini terjadi pada hari kelima pada sapi,pada babi dan domba hari keempat, dan hari kedelapan pada kuda. Dalam periode ini corpus luteum sudah berfungsi sepenuhnya. Endometrium menebal, kelenjer dan urat daging uterus berkembanmg untuk merawat embrio dari hasil pembuahan dan untuk pembentukan plasenta. Bila nmemang terjadi pembuahan keadaan ini berlanjut selama kebuntingan,dan corpus luteum tetap bertahan sampai terjadi kelahiran, dan corpus lutemnya dinamakan corpus luteum gravidatum. Bila tidak terjadi pembuahan, corpus luteum akan berregresi. Pada sapi regresi corpus luteum terjadi pada hari ke-16 atau 17 siklus berahi.

e.    ANESTRUS
Anestrus mengacu pada fase siklus seksual ketika beristirahat. Ini biasanya sebuah acara musiman dan dikendalikan oleh paparan cahaya melalui kelenjar pineal yang melepaskan melatonin. Melatonin dapat menahan rangsangan reproduksi-hari panjang peternak dan merangsang reproduksi di hari pendek peternak. Melatonin berpikir untuk bertindak dengan mengatur hipotalamus kegiatan denyut gonadotropin-releasing hormone. Anestrus diinduksi oleh waktu tahun, kehamilan, laktasi, signifikan sakit, dan mungkin usia.
Tabel 1. Lama Periode Siklus Berahi pada Ternak Ternak
Proestrus
(hari)
Estrus
(hari)
Meteestrus
(hari)
Diestrus
(hari)
Sapi
3
12 – 24 jam
3 – 5
13
Kuda
3
4 – 7
3 – 5
6 – 10
Babi
3
2 – 4
3 – 4
9 – 13
Domba
2
1 – 2
3 – 5
7 - 10

f.     Lama Estrus Pada Sapi Perah FH
Lama estrus pada sapi dapat dinyatakan sebagai saat sapi betina tetap siap sedia dinaiki oleh pejantan. Menurut Frandson (1996) , periode ini rata-ratanya adalah 18 jam untuk sapi induk dan sedikit lebih pendek pada dara dengan kisaran normal 12-24 jam. Lamanya waktu berahi sangat bervariasi di antara spesies dan pada setiap individu dalam satu spesies. Pada sapi dengan pakan yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya waktu berahinya akan lebih pendek.
Estrus pada sapi biasanya berlangsung selama 12-18 jam. Variasi terlihat antar individu selama siklus estrus, pada sapi-sapi di lingkungan panas mempunyai periode estrus yang lebih pendek sekitar 10-12 jam. Hal ini terjadi dengan penurunan tingkat FSH dalam darah dan penaikan tingkat LH. Sesaat sebelum ovulasi, folikel membesar dan turgid serta ovum mengalami pemasakan. Estrus berakhir kira-kira pada saat pecahnya folikel ovary atau terjadinya ovulasi (Frandson, 1996)
g.    Waktu yang Tepat Untuk Mnegawinkan Sapi FH
Mengawinkan seekor ternak sapi akan berhasil jika dilakukan pada saat birahinya memuncak yaitu pada saat diujung ovulasi dimana saat tersebut sel telur dilepaskan dari folikel.  Ovulasi terjadi sekitar 24-30 jam sejak awal birahi & 6-12 jam sesudah birahi berakhir.  Saat mengawinkan yang tepat adalah 9 jam sesudah birahi  dan 6 jam sesudah birahi berakhir.
A.   PUBERTAS
Pubertas pada Hewan Betina
Pubertas merupakan batasan umur atau waktu hewan betina secara fisik dan fisiologis siap untuk melakukan perkawinan dan berkembang biak. Pada hewan betina pubertas ditandai dengan terjadinya estrus/birahi dan ovulasi. Pubertas lebih jelas terlihat pada hewan betina dibandingkn dengan hewan jantan.
Pubertas atau dewasa kelamin terjadi sebelum dewasa tubuh tercapai. Sebelum pubertas, saluran reproduksi dan organ-organ reproduksi perlahan—lahan bertambah dalam ukuran dan secara fisiologis belum berfungsi. Perkembangan dan pertumbuhan tubuh hewan penting artinya bagi perkembangan fungsi kelamin hewan betina. Apabila suatu umur atau bobot tubuh tertentu telah dicapai maka hewan betina akan mengalami estrus dan ovulasi. Secara normal, pertumbuhan dan perkembangan alat reproduksi adalah proses yang bertahap pada individu baru. Willie (1994) dalam Salisbury dn VanDemark (1985) membagi perkembangan dan pendewasaan alat reproduksi sapi menjadi tiga tingkatan. Tingkat pertama, pendewasaan kelenjar hipofise sebagai penghasil hormon reproduksi pada umur 3—6 bulan. Kedua, pendewasaan ovarium sebagai pengasil sel telur dan hormon pada umur 6—12 bulan. Tingkatan terakhir, pendewasaan uterus sebagai tempat perkembangan embrio pada saat bning, perkembangan organ ini tidak pernah sempurna sebelum mencapai umur tiga tahun atau lebih.

B.      IDENTIFIKASI BERAHI SAPI PERAH


1.         Tingkah Laku
Sapi 01 bertingkah laku tenang seperti biasa, tidak menunjukkan bahwa sapi tersebut sedang berahi yang memiliki tingkah laku seperti gelisah, melenguh, dll.
2.         3 A (Abang, Aboh, Anget)
Salah satu ciri ciri sapi berahi adalah 3A (Abang,Aboh,Anget) tetapi di sapi 01 tidak terdapat tanda tanda seperti tersebut.
3.         Vulva sapi
Ciri ciri sapi berahi adalah berlendirnya pada bagian vulva akan tetapi pada sapi 01 pada bagian vulva tidak mengeluarkan cairan lendir.
4.         Nafsu makan
Pada sapi 01 nafsu makan menunjukan masih normal dan tidak berbeda
5.         Respon
Respon sapi 01 masih seperti biasa tidak ada kegelisaan yang sangat berbeda seperti sapi umumnya.
 
   Gbr.1.belakang sapi                  Gbr.2.samping sapi                          Gbr.3.dari depan
           
Jika sapi berahi akan menunjukan menunjukan tanda-tanda seperti yaitu :
§   Selalu gelisah, ingin melepaskan diri dari ikatan, selalu bersuara/berteriak-teriak.
§   Bibir kemaluan bengkak merah dan hangat.
§   Bila dilepas berusaha menaiki sapi yang lain.
§   Dari kemaluan sering keluar lendir yang agak jernih dan kental.
   





BAB IV. PENUTUP

A.      KESIMPULAN

1.      Berahi atau estrus atau heat, didefinisikan sebagai periode waktu dimana betina menerima kehadiran pejantan, kawin , atau dengan kata lain dara atau betina sudah aktif aktivitas seksualitasnya.
2.      Lamanya waktu siklus berahi dari seekor hewan dihitung dari mulai munculnya berahi, sampai munculnya berahi lagi pada periode berikutnya.
3.      Terdapat empat fase dalam siklus berahi yaitu proestrus, estrus, matestrus, diestrus an anestrus.
4.      Pubertas merupakan batasan umur atau waktu hewan betina dan jantan secara fisik dan fisiologis siap untuk melakukan perkawinan dan berkembang biak.
5.      Pada hewan betina, pubertas ditandai dengan terjadinya estrus atau berahi dan ovulasi.
6.      Sapi Perah dengan nomor Eartag 01 tidak sedang mengalami berahi.

B.      SARAN

Adapun saran yang dapat kami berikan berdasarkan hasil dan pembahasan pengamatan pratikum  adalah sebagai berikut :
1.    Mahasiswa harus dapat mensosialisasikan ilmu yang telah di dapat pada masyarakat atau dunia usaha peternakan
2.    Mahasiswa harus  lebih kreatif dalam hal melakukan pengamatan pratikum
3.    Mahasiswa harus mampu menciptakan inovasi dalam melakukan identifikasi tanda- tanda berahi pada sapi perah.



DAFTAR PUSTAKA


Abidin Z., Y. S. Ondho dan B. Sutiyono. 2012. Penampilan Berahi Sapi Jawa Berdasarkan Poel 1, Poel 2, dan Poel 3. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro.
Atabany, A., B. P. Purwanto., T. Toharmat, & A. Anggareni. 2011. Hubungan masa kosong dengan produktivitas pada sapi perah Friesian Holstein di Baturraden, Indonesia. Med. Pet. Agustus. 77-82.
Dematawewa, C. M. B., R. E. Pearson, & P. M. VanRaden. 2007. Modeling extended lactations of Holstein. J. Dairy Sci. 90: 3924-3936.
Rahma, 2006. Pengaruh Bangsa Sapi Fries Hollend dan Sahiwal Cross Terhadap Produksi Air Susu dan Kualitas Dangke yang Di Hasilkan. Skripsi Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Siregar, S. B. 1989. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan, dan Analisa Usaha. Cetakan Pertama. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal.4-88.
Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Partodihardjo S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Yousef, M. K. 1985. Stress Physiology in Livestock Volume I. Basic Principles. CRS Press Inc, Florida.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar