LAPORAN PRATIKUM
PEMANTAUAN BERAHI PADA SAPI PERAH
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sapi perah di Indonesia berasal dari Ras Sapi (Fries Holland/Fresian
Holstein). Sapi ini berasal dari negeri belanda yang dimasukan ke Indonesia
pada zaman penjajahan belanda dulu. Warna sapi ini pada umumnya belang hitam
putih. Setelah Indonesia merdeka, keturunan sapi ini menyebar ke seluruh pulau
jawa. Pada pembangunan jangka panjang tahap pertama yang lalu, sapi-sapi
FH tersebut dimasukan kembali ke Indonesia dari sapi-sapi yang telah dikembangbiakan
di Australia, selandia baru dan Amerika.
Pada ternak mamalia
dewasa fluktuasi berbagai hormon reproduksi dikenal sebagai siklus estrus yang
terdiri atas proestrus, estrus, mesestrus dan diestrus atau secara global
umunya dikenal dengan phase folikel (fase pertumbuhan, yang ditandai dengan
level estrogen tinggi, sedangkan fase luteal memiliki waktu yang cukup panjang
ditandai dengan perkembangan corpus luteum dan kadar progreteron tinggi)
sekresi FSH terjadi secara ritmis selama 4-5 hari sebelum berahi, menjelang fase
luteal berakhir konsentrasi FSH dalam plasma meningkat dan akan merangsang
pertumbuhan folikel.
Dalam waktu yang cukup
singkat dibawah pengaruh FSH dan estradiol 17 ß terjadi pembentukan
reseptor-reseptor untuk kedua macam hormon tersebut, sedangkan pada sel-sel
granula juga terjadi induksi pembentukan reseptor untuk LH.
Ditinjau dari produksi susu yang tinggi
dan kondisi pakan yang buruk, maka hipofungsi ovarium mungkin adalah penyebab
utama kegagalan reproduksi pada sapi perah. Kegagalan estrus atau anestrus pada
ternak sapi merupakan gejala utama dari banyak faktor lain yang mempengaruhi
siklus berahi. Anestrus akibat
hipofungsi ovarium sering berhubungan dengan gagalnya sel-sel folikel
menanggapai rangsangan hormonal, adanya perubahan kuantitas maupun kualitas
sekresi hormonal, menurunnya rangsangan yang berhubungan dengan fungsi
hipotalamus.
B. TUJUAN
Adapun tujuan laporan praktikum ini yang dapat kami berikan adalah sebagai
berikut:
1.
Dapat
mengetahui ciri-ciri sapi perah yang sedang berahi.
2.
Dapat
mengetahui siklus berahi pada sapi perah.
3.
Dapat
mengetahui umur dan tanda dewasa kelamin dan dewasa tubuh pada sapi perah.
4.
Dapat
mengetahui program perkawinan yang tepat untuk sapi perah.
5.
Dapat mengetahui
pentingnya pengetahuan berahi pada sapi perah.
6.
Dapat
mengetahui implementasi teori di lapangan kerja industri peternakan.
C. MANFAAT
Adapun manfaat yang dapat kami
berikan adalah sebagai berikut:
1.
Mahasiswa
diharapkan mampu mengidentifikasi ciri-ciri birahi pada sapi perah dengan
tepat.
2.
Mahasiswa
diharapkan mampu melakukan perencanaan yang tepat pada program perkawinan dan
waktu kawin yang tepat.
3.
Mahasiswa
diharapkan mampu mengimplementasikan ilmu pada dunia industri peternakan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN UMUM SAPI FRIESIAN HOLSTEIN
Sapi FH merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki
prospek pengembangan yang cukup baik dengan keunggulannya. Menurut Dematawewa
dkk. (2007), sapi Fries Holland mempunyai masa laktasi panjang dan produksi
susu tinggi, serta persistensi produksi susu yang baik. Selain itu sapi perah
FH juga merupakan jenis sapi perah yang cocok untuk daerah Indonesia. Namun
demikian produksi susu per ekor per hari pada sapi perah FH di Indonesia
relatif rendah jika dibandingkan dengan produksi susu di negara asalnya
(Atabany dkk, 2008).
B. PENGERTIAN SIKLUS BERAHI
Berahi
atau estrus atau heat, didefinisikan sebagai periode waktu dimana betina
menerima kehadiran pejantan, kawin , atau dengan kata lain dara atau betina
sudah aktif aktivitas sexualitasnya. Lamanya waktu siklus berahi dari seekor
hewan dihitung dari mulai munculnya berahi, sampai munculnya berahi lagi pada
periode berikutnya.
Periode Siklus Berahi
Lamanya waktu yang digunakan dalam sertiap
periode berbeda-beda dalam setiap spesies. Beberapa Spesies Hewan Ternak:
Sapi
|
Domba
|
Kambing
|
Babi
|
kuda
|
|
Siklus Birahi(hari)
|
21
|
17
|
20
|
20
|
22
|
Matestrus(hari)
|
3-4
|
2-3
|
-
|
-
|
2-3
|
Diestrus(hari)
|
10-14
|
10-12
|
-
|
-
|
10-12
|
Proetrus(hari)
|
3-4
|
2-3
|
2-3
|
2-3
|
2-3
|
Estrus (jam)
|
12-18
|
24-36
|
24-36
|
34-38
|
96-192
|
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BERAHI
1.
Pakan (Nutrisi)
Pakan yang diberikan kepada sapi perah harus
benar-benar diperhatikan dan dihitung sesuai kondisi dan kebutuhan ternak
tersebut. Nutrisi yang terkandung di dalam ransum harus dalam keadaan seimbang
dan sesuai dengan kebutuhan. Apabila ternak mengalami kekurangan asupan makanan
akan berpengaruh terhadap penampilan gejala berahi yang kurang jelas karena
proses sintesa dan regulasi hormone-hormon reproduksi terganggu. Kondisi
peternakan yang masih menggunakan system pemeliharaan tradisional dan di daerah
yang kurang subur mengakibatkan ternak mengalami kekurangan nutrisi yang sangat
diperlukan pleh proses fisiologi reproduksi dalam tubuh ternak tersebut
(Abidin, dkk., 2012). Menurut Partodihardjo (1992), bahwa karena intensitas
berahi dipengaruhi oleh hormon-hormon reproduksi, maka secara tidak langsung
angka intensitas berahi (AIB) juga sangat dipengaruhi oleh status nutrisi
ternak itu sendiri.
2.
Iklim
Menurut
Payne dan Wilson (1999) unsur iklim paling mempengaruhi reproduksi adalah suhu
dan kelembaban. Suhu udara sangat berpengaruh terhadap sifat reproduksi
misalnya pada sapi yang dikandangkan dengan suhu udara 24-350 C,
lama berahi kurang lebih 11 jam, sedangkan pada suhu udara 17-180 C
lama berahi rata-rata 20 jam. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa sapi
perah yang mempunyai siklus berahi kurang dari 18 hari sebanyak 5%, 18-24 hari
sebanyak 85% dan yang lebih dari 24 hari sebanyak 10%. Ditambahkan Yousef
(1985) menyatakan bahwa cekaman panas akan memperpanjang siklus estrus dan
memperpendek periode estrus. Suhu lingkungan yang tinggi mungkin secara langsung menyebabkan terjadinya gangguan
perkembangan embrio yang menyebabkan kematian atau merubah status hormonal
induk. Panas diketahui dapat menurunkan LH gonadotropin selama puncak
preovulasi, dimana puncak dan dapat menaikkan level plasma progesteron.
3.
Hormonal
Hormon
merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam proses berahi. Pada betina
organ ovari merupakan organ yang menghasilkan hormon estrogen. Hormon estrogen
dihasilkan oleh folikel ovarium, akan mengalami penurunan setelah proses
ovulasi terjadi, sampai dengan fase proestrus, kemudian kembali lagi meningkat
sampai terjadi ovulasi berikutnya. Progesteron akan dihasilkan oleh corpus luteum, meningkat sampai hari ke 7–17 siklus, kemudian
terjadi penurunan pada fase proestrus. Kelainan fungsi hormon dapat
mengakibatkan infertilitas (kemajiran sementara) dan sterilitas (kemajiran
permanen).
4.
Genetik
Faktor genetik yang berpengaruh terhadap pubertas
dicerminkan dengan adanya perbedaan-perbedaan antar bangsa, strain, dan
persilangan. Bangsa sapi perah mencapai pubertas lebih cepat dibandingkan
dengan sapi potong. Sapi-sapi Brahman dan Zebu mencapai pubertas 6—12 bulan
lebih lambat daripada bangsa-bangsa sapi eropa. Pada umumnya, pubertas akan
lebih cepat pada perkawinan cross breeding dibandingkan dengan inbreeding. Pengaruh
bangsa terhadap umur pubertas didemonstrasikan dengan membandingkan sapi bangsa
besar dan kecil.
BAB III. PEMBAHASAN
A. PENANGANAN REPRODUKSI
Reproduksi
atau perkembangbiakan adalah
suatu hal yang sangat menentukan keuntungan sapi perah. Untuk dapat memperoleh
hasil yang maksimal,sapi perah harus dapat beranak setahun sekali dan
menghasilkan susu setiap tahun selama 300 hari. Oleh karena itu, pengaturan
perkawinan sapi betina harus tepat waktu. Untuk itu perhitungan waktu yang cermat tentang
perkawinan dan mengenal sapi yang minta kawin (berahi) harus benar-benar dihayati. Sapi betina hanya kawin
waktu berahi datang. Bila
tidak dalam masa berahi sapi betina
tidak mau dikawinkan. Sapi betina yang pertumbuhan badanya baik sudah bisa
mulai dikawinkan pada umur 18 bulan. Sapi betina yang habis beranak bisa
dikawinkan setelah 2,5 bulan beranak.
Tanda-tanda
sapi berahi adalah
sebagai berikut:
§
Selalu gelisah, ingin melepaskan diri dari ikatan, selalu bersuara/berteriak-teriak.
§
Bibir kemaluan bengkak merah dan hangat.
§
Bila dilepas berusaha menaiki sapi yang lain.
§
Dari kemaluan sering keluar lendir yang agak jernih dan
kental.
Tanda-tanda
birahi ini harus dikenali betul oleh seorang peternak dan harus dikenali pada
saat mulai timbul tanda-tanda tersebut. Oleh karena itu setiap saat peternak
harus selalu melakukan pengamatan terhadap sapi-sapinya. Sapi betina yang tidak
bunting akan timbul birahi setiap 18-24 hari sekali dengan lama birahi 18-36
jam.
1.
Umur dan Berat Badan Pubertas Sapi FH
Sapi FH memperlihatkan birahi pertama pada umur
rata-rata 37 minggu apabila tingkat nutrisi baik, dan 49 minggu bila nutrisinya
sedang, serta 72 minggu bila tingkat nutrisi rendah. Panjang siklus estrus
rata-rata 20 hari, dan 21 sampai 22 hari untuk sapi dewasa. Periode estrus pada
sapi dapat dinyatakan saat dimana sapi betina siap sedia dinaiki baik oleh
betina lain atau pejantan. Periode ini rata-ratanya adalah 18 jam untuk sapi
perah ataupun sapi pedaging dan sedikit lebih pendek untuk sapi heifer sekitar
12-24 jam. Sedangkan untuk berat pubertas di
kisaran 160-270 kg untuk betina.
2.
Siklus dan Lamanya Fase-Fase Estrus
a. PROESTRUS
Periode ini dimulai dari saat beregrasinya
corpus luteum sampai hewan benar-benar berahi. Pada saat ini hewan telah
memperlihatkan tanda-tanda berahi, tetapi belum bersedia untuk melakukan
kopulasi. Hal ini mungkin disebabkan karena kadar estrogen yang dihasilkan oleh
folikel belum cukup untuk memalingkan kehendak betina untuk menerima hewan
jantan. Perubahan alat kelamin bagian dalam, terlihan pada ovariumnya, dimana
terjadi pertumbuhan folikel yang cepat sekali dari folekel terties menjadi
folikel de Graaf. Uterus dan oviductebih banyak mengandung pembuluh darah dari
pada biasanya. Kelenjer-kelenjer endo metrium tumbuh memanjang, cervix mulai
merilex dan kelenjer-kelenjer lendir mulai bereaksi.
Berdasarkan kadar hormon yang dihasilkan oleh ovarium,
beberapa ahli reproduksi membagi siklus berahi atas 2 fase yaitu:
§ Fase Estrogenik (fase
folikel)
§ Fase ini menggabungkan
fase proestrus dan estrus
§ Fase Prostegenik (fase
luteal)
§ Fase ini menggabungkan
fase Etestrus dan diestrus
b.
ESTRUS
Periode ini dapat
ditandai dari tingkah laku hewan yang bersangkutan, seperti:
§ Berusaha menunggangi
sapi lain.
§ Vulva membengkak dan
dari vulva keluar lendir yang jernih yang biasanya melekat pada bagian pantat
atau flankks.
§ Aktivitas fisik
meningkat pada hari berahi, sapi keliatan gelisah ingin keluar kandang.
§ Melenguh-lenguh dan
pangkal ekor terlihat sedikit terangkat.
§ Pada sapi betina dara,
pada waktu berahisering terlihat vulvanya bewarna sedikit kemerah-merahan
Pada sore hari lama berahinya lebih lebih
panjang sekitar 2-4 jam. Saat terjadinya ovulasi bila dihubungkan dengan
berahi, pada sapi adalah 10-12 jam sesudah akhir berahi,pada domba pada
pertengahan akhir berahi, pada babi sekitar pertengahan berahidan pada kuda
satu sampai dua hari sebelum berahi berakhir.
c. METESTRUS (POSTESTRUS)
Periode ini ditandai dengan tidak terlihat atau
telah terhentinya berahi. Sel-sel
granulosa folikel dibagian bekas ovum yang berovulasi tumbuh
dengan cepat membentuk corpus luteum (corpora klutea pada hewan yang multipel
ovulasi) dibawah pengaruh LH dari Adenohypophysa. Corpus luteum yang terbentuk
menghasilkan progesteron, yang menghambat sekresi FSH. Akibatnya
pematangan folikel tertier menjadi folikal de
Graaf terhenti. Pada saat ini terjadi perubahan pada uterus untuk menyiapkan
diri memelihara perkembangan embrio. Pada sapi selama awal metestrus
kadang-kadang terlihat pendarahan (haemorrhagi). Pendarahan ini disebabkan karena
pecahnya kapiler yang sangat hiperhaemis pada lapisan epitel dinding uterus
akibat penurunan estrogen. Fase ini sebagian besar berada
dibawah pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum (Frandson,
1996). Progesteron menghambat sekresi
FSH oleh pituitari anterior sehingga menghambat pertumbuhan folikel ovarium dan
mencegah terjadinya estrus. Pada masa ini terjadi ovulasi, kurang lebih 10-12
jam sesudah estrus, kira-kira 24 sampai 48 jam sesudah berahi.
d.
DIESTRUS
Periode dietrus adalah
periode terpanjang diantara keempat periode siklus berahi.Periode ini terjadi
pada hari kelima pada sapi,pada babi dan domba hari keempat, dan hari kedelapan
pada kuda. Dalam periode ini corpus luteum sudah berfungsi sepenuhnya.
Endometrium menebal, kelenjer dan urat daging uterus berkembanmg untuk merawat
embrio dari hasil pembuahan dan untuk pembentukan
plasenta. Bila nmemang terjadi pembuahan keadaan ini berlanjut selama
kebuntingan,dan corpus luteum tetap bertahan sampai terjadi kelahiran, dan
corpus lutemnya dinamakan corpus luteum gravidatum. Bila tidak terjadi
pembuahan, corpus luteum akan berregresi.
Pada sapi regresi corpus luteum terjadi pada hari ke-16 atau 17 siklus berahi.
e. ANESTRUS
Anestrus mengacu pada fase siklus seksual ketika
beristirahat. Ini biasanya sebuah acara musiman dan dikendalikan oleh paparan
cahaya melalui kelenjar pineal yang melepaskan melatonin. Melatonin dapat
menahan rangsangan reproduksi-hari panjang peternak dan merangsang reproduksi
di hari pendek peternak. Melatonin berpikir untuk bertindak dengan mengatur
hipotalamus kegiatan denyut gonadotropin-releasing hormone. Anestrus diinduksi
oleh waktu tahun, kehamilan, laktasi, signifikan sakit, dan mungkin usia.
Tabel 1. Lama Periode Siklus Berahi pada Ternak Ternak
|
Proestrus
(hari)
|
Estrus
(hari)
|
Meteestrus
(hari)
|
Diestrus
(hari)
|
Sapi
|
3
|
12 – 24 jam
|
3 – 5
|
13
|
Kuda
|
3
|
4 – 7
|
3 – 5
|
6 – 10
|
Babi
|
3
|
2 – 4
|
3 – 4
|
9 – 13
|
Domba
|
2
|
1 – 2
|
3 – 5
|
7 - 10
|
f.
Lama Estrus Pada Sapi Perah FH
Lama
estrus pada sapi dapat dinyatakan sebagai saat sapi betina tetap siap sedia
dinaiki oleh pejantan. Menurut Frandson (1996) , periode ini rata-ratanya
adalah 18 jam untuk sapi induk dan sedikit lebih pendek pada dara dengan
kisaran normal 12-24 jam. Lamanya waktu berahi sangat bervariasi di antara
spesies dan pada setiap individu dalam satu spesies. Pada sapi dengan pakan
yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya waktu berahinya akan lebih pendek.
Estrus pada sapi biasanya berlangsung selama 12-18 jam.
Variasi terlihat antar individu selama siklus estrus, pada sapi-sapi di
lingkungan panas mempunyai periode estrus yang lebih pendek sekitar 10-12 jam.
Hal ini terjadi dengan penurunan tingkat FSH dalam darah dan penaikan tingkat
LH. Sesaat sebelum ovulasi, folikel membesar dan turgid serta ovum mengalami
pemasakan. Estrus berakhir kira-kira pada saat pecahnya folikel ovary atau
terjadinya ovulasi (Frandson, 1996)
g. Waktu yang Tepat Untuk Mnegawinkan
Sapi FH
Mengawinkan
seekor ternak sapi akan berhasil jika dilakukan pada saat birahinya memuncak
yaitu pada saat diujung ovulasi dimana saat tersebut sel telur dilepaskan dari
folikel. Ovulasi terjadi sekitar 24-30 jam sejak awal birahi & 6-12
jam sesudah birahi berakhir. Saat mengawinkan yang tepat adalah 9 jam
sesudah birahi dan 6 jam sesudah birahi berakhir.
A. PUBERTAS
Pubertas pada Hewan Betina
Pubertas merupakan batasan umur atau waktu hewan
betina secara fisik dan fisiologis siap untuk melakukan perkawinan dan
berkembang biak. Pada hewan betina pubertas ditandai dengan terjadinya
estrus/birahi dan ovulasi. Pubertas lebih jelas terlihat pada hewan betina
dibandingkn dengan hewan jantan.
Pubertas atau dewasa kelamin terjadi sebelum dewasa
tubuh tercapai. Sebelum pubertas, saluran reproduksi dan organ-organ reproduksi
perlahan—lahan bertambah dalam ukuran dan secara fisiologis belum berfungsi.
Perkembangan dan pertumbuhan tubuh hewan penting artinya bagi perkembangan
fungsi kelamin hewan betina. Apabila suatu umur atau bobot tubuh tertentu telah
dicapai maka hewan betina akan mengalami estrus dan ovulasi. Secara normal,
pertumbuhan dan perkembangan alat reproduksi adalah proses yang bertahap pada
individu baru. Willie (1994) dalam Salisbury dn VanDemark (1985) membagi
perkembangan dan pendewasaan alat reproduksi sapi menjadi tiga tingkatan.
Tingkat pertama, pendewasaan kelenjar hipofise sebagai penghasil hormon
reproduksi pada umur 3—6 bulan. Kedua, pendewasaan ovarium sebagai pengasil sel
telur dan hormon pada umur 6—12 bulan. Tingkatan terakhir, pendewasaan uterus
sebagai tempat perkembangan embrio pada saat bning, perkembangan organ ini
tidak pernah sempurna sebelum mencapai umur tiga tahun atau lebih.
B. IDENTIFIKASI BERAHI SAPI PERAH
1.
Tingkah Laku
Sapi 01 bertingkah laku tenang seperti biasa, tidak
menunjukkan bahwa sapi tersebut sedang berahi
yang memiliki tingkah laku seperti gelisah, melenguh, dll.
2.
3 A (Abang, Aboh, Anget)
Salah satu
ciri ciri sapi berahi adalah
3A (Abang,Aboh,Anget) tetapi di sapi 01 tidak terdapat tanda tanda seperti
tersebut.
3.
Vulva sapi
Ciri ciri sapi berahi
adalah berlendirnya pada bagian vulva akan tetapi pada sapi 01 pada bagian
vulva tidak mengeluarkan cairan
lendir.
4.
Nafsu makan
Pada sapi 01 nafsu makan menunjukan
masih normal dan tidak berbeda
5.
Respon
Respon sapi 01 masih seperti biasa
tidak ada kegelisaan yang sangat berbeda seperti sapi umumnya.
Gbr.1.belakang sapi Gbr.2.samping
sapi Gbr.3.dari depan
Jika sapi berahi akan menunjukan menunjukan tanda-tanda seperti yaitu :
§
Selalu gelisah, ingin melepaskan diri dari ikatan, selalu
bersuara/berteriak-teriak.
§
Bibir kemaluan bengkak merah dan hangat.
§
Bila dilepas berusaha menaiki sapi yang lain.
§
Dari kemaluan
sering keluar lendir yang agak jernih dan kental.
BAB IV. PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Berahi atau estrus
atau heat, didefinisikan sebagai periode waktu dimana betina menerima kehadiran
pejantan, kawin , atau dengan kata lain dara atau betina sudah aktif aktivitas
seksualitasnya.
2. Lamanya waktu siklus
berahi dari seekor hewan dihitung dari mulai munculnya berahi, sampai munculnya
berahi lagi pada periode berikutnya.
3. Terdapat empat fase
dalam siklus berahi yaitu proestrus, estrus, matestrus, diestrus an
anestrus.
4. Pubertas
merupakan batasan umur atau waktu hewan betina dan jantan secara fisik dan
fisiologis siap untuk melakukan perkawinan dan berkembang biak.
5. Pada hewan
betina, pubertas ditandai dengan terjadinya estrus atau berahi dan
ovulasi.
6. Sapi Perah
dengan nomor Eartag 01 tidak sedang mengalami berahi.
B. SARAN
Adapun saran yang dapat kami berikan berdasarkan hasil dan pembahasan
pengamatan pratikum adalah sebagai
berikut :
1.
Mahasiswa
harus dapat mensosialisasikan ilmu yang telah di dapat pada masyarakat atau dunia
usaha peternakan
2.
Mahasiswa
harus lebih kreatif dalam hal melakukan
pengamatan pratikum
3.
Mahasiswa
harus mampu menciptakan inovasi dalam melakukan identifikasi tanda- tanda berahi pada sapi
perah.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z., Y. S. Ondho dan B. Sutiyono. 2012.
Penampilan Berahi Sapi Jawa Berdasarkan Poel 1, Poel 2, dan Poel 3. Fakultas
Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro.
Atabany, A., B. P. Purwanto., T. Toharmat, & A.
Anggareni. 2011. Hubungan masa kosong dengan produktivitas pada sapi perah
Friesian Holstein di Baturraden, Indonesia. Med. Pet. Agustus. 77-82.
Dematawewa, C. M. B., R. E. Pearson, & P. M.
VanRaden. 2007. Modeling extended lactations of Holstein. J. Dairy Sci. 90:
3924-3936.
Rahma, 2006. Pengaruh Bangsa Sapi Fries Hollend dan
Sahiwal Cross Terhadap Produksi Air Susu dan Kualitas Dangke yang Di Hasilkan.
Skripsi Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Siregar, S. B. 1989. Sapi Perah, Jenis, Teknik
Pemeliharaan, dan Analisa Usaha. Cetakan Pertama. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hal.4-88.
Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B.
S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. PT. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Partodihardjo S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta:
Mutiara Sumber Widya.
Yousef, M. K. 1985. Stress Physiology in Livestock
Volume I. Basic Principles. CRS Press Inc, Florida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar